Komisi XII Dorong Percepatan Transisi Energi Terbarukan melalui PLTB Jeneponto
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto, bersama tim, saat kunjungan kerja reses Komisi XII DPR RI ke PLTB Tolo, Jeneponto, Sulawesi Selatan. Foto: Tasya/vel
PARLEMENTARIA, Jeneponto - Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan pihaknya tengah berfokus untuk menuntaskan pembahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) untuk membangun ekosistem yang mampu mengembangkan EBET di Indonesia. Ia menyoroti bahwa Indonesia membutuhkan sumber energi baru dan energi terbarukan, mengingat kondisi kebutuhan energi saat ini yang masih bergantung pada energi fosil, yang justru telah memberikan masalah baru, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan.
“Karena, selama ini indonesia masih bergantung pada energi fosil yang di batubara, memang tidak bisa kita biarkan begitu saja (tapi) harus kita siasati sedemikian rupa karena sudah menjadi masalah baik masalah ekonomi maupun masalah lingkungan,” jelas Sugeng saat memimpin kunjungan kerja reses Komisi XII DPR RI ke PLTB Tolo, Jeneponto, Sulawesi Selatan, Senin (9/12/2024).
Dalam kunjungan tersebut, Sugeng menyoroti pentingnya mempercepat transisi energi yang sejalan dengan tekad pemerintahan saat ini untuk membangun 100 GigaWatt (GW) energi listrik dalam 15 tahun ke depan. Sebagaimana diketahui, pemerintah menargetkan 75 GW yang didapatkan dari energi terbarukan, di mana 25 GW di antaranya akan berfokus dari energi bayu (angin).
“Kami Komisi XII DPR mengunjungi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Jeneponto, di Provinsi Sulawesi Selatan. PLTB Jeneponto terdiri dari 72 mega watt, dimana terdapat 20 turbin yang menghasikkan 3.6 Mw, dengan capacity factor di atas 40 persen, itu artinya luar biasa. Ini bisa berputar hingga 24 jam, terutama di saat musim-musim panen di Bulan Juni-Oktober,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.
PLTB Sebagai Bagian dari Target Bauran Energi
Diketahui, Indonesia telah menargetkan 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025, yang saat ini baru mencapai 14 persen. Sugeng menjelaskan PLTB seperti Jeneponto dapat memainkan peran penting dalam mencapai target ini. PLTB Jeneponto yang dikembangkan oleh investor Singapura yakni Vena Energy, meskipun harga jual ke PLN selisih sedikit lebih mahal daripada batubara, namun tidak memiliki dampak pada lingkungan. Sehingga energi bayu dapat menjadi pilihan mengingat potensi energi sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia.
“Kita mendapatkan penjelasan yang luar biasa komprehensif dan harganya juga luar biasa ini bisa dikatakan best load yakni $0,11 per kWh dibandingkan dengan batu bara $0,07 per KWH, sudah dekat, tetapi batu bara kan kotor dan sebagainya,” jelas Sugeng.
Ia pun mengingatkan jika tenaga bayu di Indonesia sangat besar, baik untuk pembangunan PLTB onshore maupun offshore, terutama di wilayah pesisir. Dibandingkan energi lain, PLTB memiliki waktu pembangunan relatif cepat, yaitu sekitar dua tahun dari tahap Engineering, Procurement, and Construction (EPC) hingga commissioning.
Karenanya, Sugeng mendorong pola kerja sama antara investor lokal dan asing untuk mendukung program transisi energi. “Kami melihat langsung praktik terbaik di PLTB Jeneponto, yang menjadi contoh bagaimana transisi energi dapat berjalan cepat, efisien, dan berkelanjutan. Dengan kerja sama yang baik, ini akan membawa manfaat besar bagi masyarakat lokal dan ekonomi nasional,” tutup Sugeng. (nap/rdn)